watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DIDALAM TAKSI

Peristiwa ini berawal dari sekitar dua bulan yang
lalu dan berlanjut hingga beberapa kali hingga
saat ini. Percintaanku dengan seorang perempuan
berumur 41 tahun yang tergolong masih
tetanggaku sendiri, sebut saja namanya Budhe
Siti.
Aku adalah seorang pemuda yang berumur
sekitar 19 tahun dan telah lulus dari sebuah
Sekolah Menengah Umum Negeri di Malang dan
tinggal di sebuah desa kecil di sebelah selatan kota
Malang, sebuah desa yang tidak terlalu ramai
karena letaknya yang sangat jauh dari pusat kota.
Budhe Siti sendiri adalah seorang tetanggaku
yang bertempat tinggal tepat di belakang
rumahku. Perempuan ini berumur sekitar 40
tahun dan sudah mempunyai suami serta tiga
orang anak, yang satu masih duduk di bangku
kelas 6 SD sementara yang lainnya sudah
menginjak bangku SMP. Suami Budhe Siti bekerja
sebagai tukang kebun di sebuah sekolah negeri di
kota.
Mengenai postur tubuh Budhe Siti hingga aku
mau untuk bersetubuh dan berselingkuh
dengannya tampaknya bukan hal yang terlalu
menarik untuk dipaparkan karena postur tubuh
Budhe Siti bukanlah bagaikan seorang artis yang
cantik, gemulai, dan menggairahkan seperti
layaknya model iklan atau pemain sinetron kelas
atas, tetapi ia hanyalah seorang perempuan
kampung istri seorang tukang kebun dan seorang
ibu rumah tangga yang selalu direpotkan oleh
urusan-urusan keluarga hingga tidak sempat
untuk melakukan kegiatan BL (body language),
renang, dan berolah raga seperti kebanyakan
orang kaya. Tentulah dapat dibayangkan
bagaimana tubuh Budhe Siti. Bentuk badan ibu
rumah tangga ini adalah biasa saja atau bahkan
oleh sebagian besar pemuda body Budhe Siti
dapat dipandang sangat tidak menarik. Tinggi
badan perempuan beranak tiga itu sekitar 154 cm
dan berat badan 50 kg. Anda dapat
membayangkan sendiri bagaimana bentuk
tubuhnya dengan ukuran seperti itu.
Mengenai nafsu dan gairahku terhadap Budhe Siti
bukan terbentuk dalam waktu yang singkat, tetapi
nafsu dan gairah itu dapat dibilang mulai
terbentuk semenjak aku masih berumur sekitar
14 tahun dan masih menginjak bangku SMP.
Waktu itu aku sering kali bermain-main dan
mandi di sungai yang berada di dekat
kampungku, dan di saat-saat aku bermain dan
mandi di sungai itulah acapkali aku melihat Budhe
Siti bertelanjang diri mencuci dan mandi di sungai
tersebut. Dan tidak jarang pula sembari mengintip
ia mandi aku melakukan masturbasi karena tidak
tahan melihatnya bugil tanpa sehelai kain pun
yang menempel di tubuhnya.
Setelah menginjak bangku SMU aku pun tidak
pernah lagi pergi ke sungai itu baik untuk sekedar
bermain atau pun mandi. Lagi pula aku harus
bersekolah di SMU yang berada di pusat kota
yang letaknya sangat jauh dari perkampunganku
hingga aku terpaksa harus indekost selama
kurang lebih tiga tahun masa studiku di SMU dan
aku jarang sekali pulang ke rumahku di kampung.
Baru sekitar pertengahan tahun 2004 silam aku
lulus dari bangku SMU dan kembali ke rumahku
di kampung. Dan setelah lulus dari SMU aku pun
masih harus menganggur karena tahun ini aku
tidak sukses dalam ujian masuk PTN (SPMB).
Terpaksa aku harus mencoba lagi di tahun
mendatang untuk dapat diterima di PTN.
Selama menganggur aku seringkali luntang
lantung sendiri karena tidak punya pekerjaan dan
apalagi teman-temanku semasa kecil dulu
ternyata kebanyakan sudah menempuh studi di
perguruan tinggi di kota dan sebagian lagi sudah
bekerja dan jarang sekali pulang, sehingga kondisi
perkampunganku acapkali terlihat sepi akan para
pemuda. Yang banyak terlihat pastilah hanyalah
bapak-bapak atau ibu-ibu dan beberapa anak
yang masih kecil.
Di hari-hari itulah aku kembali sering pergi ke
sungai dimana aku selalu bermain dan mandi
sewaktu aku masih kecil dulu. Suatu ketika pada
saat aku sedang pergi memancing di sungai,
tanpa sengaja mataku menatap beberapa
perempuan yang sedang mandi dan mencuci di
sungai itu dan di antaranya ternyata adalah Budhe
Siti. Ketika itu body Budhe Siti tampak sudah
sangat berbeda dengan yang pernah aku lihat
dahulu saat aku masih kecil. Sekarang tubuhnya
tampak lebih gemuk dan pantatnya pun tampak
lebih besar dan perutnya tampak agak sedikit
membuncit karena kegemukan.
Pada awal aku melihat body tubuh perempuan
berumur 41 tahun itu sedang mencuci, aku tidak
tertarik sama sekali karena ia terlihat tidak seksi
dan tidak menggairahkan bagiku hingga aku
meneruskan niatku untuk memancing ikan pada
hari itu. Setelah beberapa saat berlalu, tanpa
sengaja mataku tertuju lagi pada Budhe Siti yang
mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya.
Penisku begitu kerasnya menegang saat melihat
ia melepas celana dalam hitamnya.
Ia tampak kesulitan melepaskan celana dalam
yang ketat itu karena saking besarnya ukuran
pantatnya. Sesaat kemudian ia mulai membasahi
tubuhnya dengan air. Gairah seksku serasa tidak
tertahankan lagi waktu melihat Budhe Siti yang
telah bertelanjang bulat dan telah basah oleh air
itu mulai menggosokkan sabun ke tubuhnya.
Perempuan yang sudah bersuami itu
menggosok-gosok tubuhnya dan beberapa kali
meremas payudara dan menggosok pantatnya
dengan sabun. Ingin sekali aku turun mendekati
dan mengajaknya untuk bersetubuh di waktu dan
tempat itu. Tetapi masih ada beberapa
perempuan lain di sana.
Aku masih memikirkan resiko yang sangat besar
yang dapat aku terima jika saja ia tidak mau
melakukan hubungan badan denganku, atau
suaminya mengetahui tindakan kami, dan
bagaimana tindakan orang kampung jika sampai
mengetahui perzinahan kami sehingga aku pun
memutuskan menahan gairah yang sangat kuat
itu. Kemudian aku bergegas pulang dan tidak
meneruskan niatku memancing pada hari itu.
Saat tiba di rumah, pikiranku masih saja
terganggu oleh bayangan Budhe Siti. Tubuhnya..,
celana dalam hitamnya.., pantatnya..,
payudaranya.. Pikiran itu terus saja
menggangguku. Setelah berpikir beberapa saat
akhirnya aku memiliki ide untuk dapat bersetubuh
dengan tetanggaku itu dan akhirnya aku
memutuskan untuk mulai menggaet Budhe Siti
agar mau melakukan hubungan suami istri
denganku.
Mulai saat itulah aku acapkali bermain-main ke
rumah Budhe Siti saat suami dan anak-anaknya
tidak berada di rumah. Dan tidak jarang pula aku
bercanda dan menggodanya. Dan hubungan
yang menarik pun tampaknya mulai terbentuk di
antara aku dan ibu berumur 41 tahun itu. Tampak
sekali bahwa ia juga menaruh gairah terhadapku.
Suatu ketika pada saat Budhe Siti sedang
menyetrika pakaian di ruang tamunya, dengan
memberanikan diri aku berusaha
mengungkapkan maksud, gairah, dan
keinginanku kepada tetanggaku itu. Dan ternyata
keinginan, nafsu, dan gairahku tidak bertepuk
sebelah tangan. Ternyata perempuan itu juga
memiliki rasa ketertarikan yang sama terhadapku.
Setelah tampak jelas bahwa di antara kami berdua
memang saling menaruh ketertarikan, akhirnya
aku menjelaskan kepadanya bahwa kami tidak
mungkin melakukan hubungan suami istri dan
perzinahan itu di rumahnya ataupun di rumahku.
Aku pun memaparkan padanya bahwa kami
hanya bisa melakukannya di tempat lain misalnya
saja di hotel murahan di kota. Hal itu
dimaksudkan agar suami dan anak-anaknya atau
pun tetangga tidak mengetahui perbuatan kami.
Setelah ia setuju akhirnya kami pun memutuskan
waktu dan tempat yang pas untuk melaksanakan
niat tersebut.
Suatu sore tepat pada waktu yang kami sepakati
aku pergi ke kota untuk menyewa sebuah taksi
yang akan mengantarkan kami ke hotel yang
kami maksud. Selama beberapa saat bernegosiasi
dengan sopir taksi, akhirnya tercipta kesepakatan
dan sopir pun mau mengantar kami. Setelah aku
masuk ke dalam mobil, sopir mulai menjalankan
mobilnya menuju tempat dimana Budhe Siti
sedang menunggu, yaitu di sebuah taman di
pinggiran kota.
Sekitar maghrib akhirnya kami tiba di sebuah
taman di pinggiran kota tempat Budhe Siti sedang
menunggu. Kemudian aku meminta sopir agar
memperlambat laju mobilnya. Setelah beberapa
saat terlihat seorang perempuan berpakaian rok
terusan sedang berdiri di seberang jalan dan
tampak melihat ke arah mobil kami. Dan aku
meminta sopir untuk menghentikan laju
mobilnya. Setelah itu aku keluar dan
menghampiri Budhe Siti, menggandeng tangan
dan mempersilakannya masuk ke dalam taksi.
Setelah kami berdua masuk ke dalam mobil aku
meminta sopir untuk menjalankan mobilnya ke
arah hotel yang kami maksudkan. Dan dengan
perlahan-lahan mobil melaju ke arah kota tempat
hotel yang kami maksudkan berada.
Beberapa saat di dalam mobil, aku dan Budhe Siti
tampak kaku karena di antara kami sendiri belum
pernah bercinta sama sekali dan hubungan
spesial kami masih baru saja dimulai. Kemudian
aku memulai perbincangan dan dengan diselingi
oleh canda dan guyonanku, akhirnya kami
berdua dapat saling berinteraksi dengan baik
bahkan lama-lama pembicaraan kami pun
berlanjut ke arah yang jorok-jorok dan
tampaknya Budhe Siti tidak berkeberatan dengan
hal itu dan ia tampak begitu bergairah.
Beberapa menit berlalu aku mulai menciumnya.
Pertama kali ia tampak terkejut melihatku berani
menciumnya. Sedetik kemudian aku mulai
mendekatkan wajahku ke arah wajahnya dan
mulai mencium dan mencumbu leher
perempuan 41 tahun itu. Pada awalnya ia
menahan tubuhku dengan kedua tangannya
seolah ia tidak ingin aku melakukan hal itu. Tetapi
aku terus saja berusaha mendekatkan wajahku ke
arah lehernya untuk mencumbunya. Baru setelah
beberapa lama akhirnya Budhe Siti tampak pasrah
dan membiarkanku mencium dan mencumbu
lehernya. Nafasnya mulai tampak ngos-ngosan
karena gairah seks yang dirasakannya. Dan
sesekali ia mengeluarkan suara-suara desahan
yang sangat merangsang dan membuat
jantungku semakin berdegub kencang.
Kemudian aku mulai melepas kaos yang aku
kenakan. Dan dengan masih bercelana panjang
aku kembali mencumbu perempuan beranak tiga
itu. Selama bibirku sibuk mencumbu bibir dan
leher tetanggaku itu, tangan kananku sibuk
memegang pinggang, pantat, dan sesekali
meremas payudara Budhe Siti yang masih
mengenakan pakaian lengkap itu. Beberapa menit
kemudian tangan kananku mulai meraba-raba
punggungnya dan mencari-cari letak resleting rok
terusan yang dikenakan Budhe Siti. Setelah
menemukannya, dengan tanpa henti aku terus
mencium dan mencumbu perempuan itu sambil
aku berusaha menurunkan resletingnya dan
kemudian berusaha menyibak sedikit demi sedikit
pembungkus tubuh perempuan 41 tahun itu.
Dan akhirnya terlihatlah buah dada besar Budhe
Siti yang masih terbungkus BH berwarna hitam.
Dengan menciumi dan sesekali menggigit-gigit
lehernya, tangan kananku meraih tali BH-nya dan
mulai menurunkannya ke bawah. Sementara itu
tangan kiriku meraih tali BH yang satu lagi dan
mulai menurunkannya ke bawah. Di sela-sela
cumbuan dan ciuman kami, tangan kananku
menyusup masuk ke dalam BH Budhe Siti. Dan
setelah mendapati payudara besarnya, tangan
kananku tak henti-hentinya meremas-remas buah
dada montoknya.
Belum puas aku melakukan hal itu, aku berpaling
ke arah sopir yang tampak sedang sibuk
mengendarai mobilnya dan mengatakan
kepadanya untuk mengurungkan pergi ke hotel
yang kami maksudkan dan minta agar ia
menjalankan mobilnya untuk berkeliling kota saja
dan memintanya untuk memperlambat laju
mobil serta menjelaskan kepadanya bahwa aku
akan menambah biaya taksinya. Setelah ia setuju,
aku kembali berpaling ke arah Budhe Siti dan ia
tersenyum ke arahku. Kemudian aku kembali
mencumbu perempuan tetanggaku itu.
Beberapa saat kemudian aku mulai melepas
celana panjang dan celana dalam yang aku
kenakan dan meminta Budhe Siti untuk melepas
seluruh pakaian yang dikenakannya. Dan sedetik
kemudian kami berdua telah sama-sama
telanjang bulat tanpa sehelai kain pun yang
melekat di tubuh kami. Keringat yang membasahi
seluruh tubuh Budhe Siti semakin menambah
gairah seksku karena tubuh montoknya tampak
semakin mengkilat dan menggairahkan.
Kemudian aku meminta perempuan bersuami itu
untuk mengangkang di atasku dan menghadap
ke arahku, sementara itu aku dengan penis yang
masih terus menegang dan yang tak hentinya
mengeluarkan lelehan cairan bening (air madzi)
duduk bersandar di tengah jok belakang.
Kemudian aku meminta perempuan dengan tiga
anak itu untuk menduduki aku dan
membenamkan penisku ke dalam lubang
anusnya.
Kenikmatan yang sangat luar biasa aku rasakan
saat perlahan-lahan penisku mulai terbenam di
dalam lubang anus Budhe Siti. Betapa nikmatnya
seks itu, betapa nikmatnya tubuh perempuan
yang sudah berumur 41 tahun ini, perempuan
yang sudah bersuami, memiliki tiga anak, dan
masih tetanggaku ini. Sungguh nikmatnya
peristiwa saat itu. Dalam benakku terbayang
seandainya saja kenikmatan perzinahan ini tidak
pernah berakhir, andaikan saja kami berdua bisa
terus bersetubuh tanpa mencapai titik puncak
kepuasan. Detik-detik perselingkuhan itu kami
rasakan bagaikan di surga, nikmat dan
menyenangkan.
Budhe Siti yang telah mengangkang di atasku dan
telah membenamkan penisku ke dalam lubang
anusnya terus saja menggerakkan pantatnya ke
atas dan ke bawah, terus mengocok penisku
yang terjepit nikmat di dalam lubang anusnya. Di
antara kenikmatan luar biasa yang terus aku
rasakan, tanganku tidak henti-hentinya meremas-
remas pantat Budhe Siti, mengusap-usap
pinggangnya, dan sesekali meremas-remas buah
dada montoknya. Tidak jarang dengan gerakan
pantat Budhe Siti ke atas dan ke bawah itu
membuat sesekali penisku yang tegang dan
basah itu terlepas keluar dari lubang anusnya
hingga aku sesekali harus memperbaiki posisi
penisku agar masuk kembali ke dalam lubang
anus perempuan montok tetanggaku itu.
Beberapa menit berlalu, aku meminta Budhe Siti
untuk mengalihkan gerakan pantatnya. Sesaat
kemudian ia mulai memutar-mutarkan pantatnya
terkadang searah jarum jam dan kadang
pantatnya juga memutar berlawanan jarum jam.
Di antara goyangan-goyangan pantat Budhe Siti
yang nikmat itu, dari mulutku sesekali keluar
desahan dan rintihan. Suara-suara itu adalah
refleksi dari kenikmatan luar biasa yang aku
rasakan selama dalam melakukan perzinahan dan
perselingkuhan dengan Budhe Siti, perzinahan
dan perselingkuhan yang nikmat dengan seorang
perempuan yang sudah bersuamikan tukang
kebun dan sudah memiliki tiga anak, yang
bertubuh montok, berpantat dan berbuah dada
besar.
Selama beberapa menit berlalu, goyangan-
goyangan berputar pantat Budhe Siti yang nikmat
hampir membuat aku mencapai titik klimaks.
Buru-buru aku meminta Budhe Siti untuk
mengangkat pantatnya agar penisku terlepas dari
jepitan lubang anusnya. Aku tidak ingin secepat
itu mencapai puncak kepuasan dan secepat itu
menyudahi hubungan suami istriku dengan
Budhe Siti. Kemudian aku berdiam diri sejenak
dan mengatur nafasku yang ngos-ngosan.
Sementara itu Budhe Siti tampak sibuk
membenahi rambutnya yang awut-awutan dan
sesekali menyeka keringat yang tampak
membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah nafasku mulai teratur dan aku tidak lagi
merasakan akan memuncratkan sperma dan
mencapai titik klimaks, maka aku pun kembali
menatap Budhe Siti yang tampak tersenyum ke
arahku. Kemudian aku memintanya bersandar di
jok taksi bagian belakang dan memintanya untuk
agak mengangkangkan kakinya agar vaginanya
dapat jelas terlihat. Dengan duduk bersandar dan
agak merosot ke bawah, Budhe Siti mulai
membuka agak lebar kedua kakinya hingga
terlihatlah rambut-rambut merah kehitaman yang
tumbuh lebat di sekitar selangkangannya dan
sebagian besar lagi menutupi lubang vaginanya.
Dengan perlahan aku menunduk dan
mendekatkan wajahku ke arah lubang vagina
Budhe Siti. Dengan perlahan-lahan aku menyibak
rambut rambut merah kehitaman itu dan
berusaha mencari letak lubang vagina Budhe Siti.
Setelah tampak olehku lubang vaginanya, aku
mulai menjilatinya dan sesekali memasukkan
telunjukku ke dalamnya. Dan tampaknya
perempuan 41 tahun itu mulai merasakan
kenikmatan.
Waktu terus berlalu dan aku tidak henti-hentinya
menjilati dan terkadang memasukkan dua hingga
empat jariku ke dalam vagina Budhe Siti. Di antara
desahan dan deru nafasnya yang memburu,
sembari dengan mata terpejam perempuan 41
tahun itu tak jarang meremas-remas kedua
payudaranya sendiri dan sesekali memelintir dan
menarik puting susunya dengan kedua
tangannya.
Melihat tubuhnya yang montok dan tingkah
lakunya yang seperti itu, gairah seksku seperti
tidak dapat ditahan lagi. Perlahan-lahan aku berdiri
dan mulai mendekap tubuh Budhe Siti dan
menidurkannya di jok bagian belakang. Setelah itu
ia mulai membuka matanya dan dengan tampak
sangat pasrah ia hanya mendesah-ndesah saat
aku mulai menindihnya dan dengan perlahan-
lahan mulai memasukkan penisku yang tegang ke
dalam lubang vaginanya. Tak henti-hentinya aku
menjejal-jejalkan penisku ke dalam lubang vagina
Budhe Siti yang hangat, lembek, lembut dan
basah itu.
Beberapa menit kemudian saat aku terus
mengocok penisku di dalam jepitan hangat
vagina Budhe Siti, tiba-tiba aku merasakan akan
menyemburkan sperma sebagai sebuah tanda
bahwa aku akan mencapai titik puncak kepuasan.
Dan sekali lagi aku tidak ingin secepat itu
mencapai titik klimaks. Aku masih ingin berlama-
lama bercumbu dan bersetubuh dengan
tetanggaku ini. Dan dengan perlahan-lahan aku
menarik penisku keluar dari kehangatan vagina
Budhe Siti agar aku tidak memuncratkan sperma
secepat itu.
Tetapi terlambat, sesaat setelah penisku tercabut
keluar dari lembutnya vagina Budhe Siti, aku tidak
tahan lagi menahan spermaku yang memaksa
keluar dari dalam penisku sehingga cairan putih
kental pun muncrat dan berceceran di perut dan
sebagian lagi ke buah dada Budhe Siti. Budhe Siti
kemudian mulai mengusap dan meratakan cairan
kental itu ke perut dan buah dadanya yang
montok dan sesekali ia meremas-remas
payudaranya dengan kedua tangannya.
Sementara itu aku masih berlutut di atas tubuh
Budhe Siti yang sedang tidur telentang dan
dengan tangan kanan aku terus mengocok
perlahan penisku untuk mengeluarkan sisa-sisa
sperma yang masih tertinggal dan merasakan
kenikmatan detik-detik akhir puncak kepuasanku.


Adult | GO HOME | Exit
1/1594
U-ON

inc Powered by Xtgem.com